Monday, June 10, 2013

Sejarah "Papah" dan "Mamah"
Dari manakah asal panggilan papah dan mamah?
Menurut Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia Volume 5-8 terbitan 1984pada masa kolonial Belanda, orang yang berpendidikan Belanda memakai kata sapaan mammie dan pappiemamma dan pappa, atau mammaatjedan pappaatje. Dari kata sapaan itu lahirlah mami dan papi atau mama dan papa.
“Panggilan tersebut dipandang sebagai pembeda antara orang berpendidikan Belanda dengan yang tidak. Akan lucu rasanya (sebenarnya) bila ibu dan bapak tidak tahu/menguasai bahasa Belanda, tetapi menyuruh anak-anaknya memanggil mereka dengan sapaan mami dan papi,” tulis majalah tersebut. “Namun, hal itu juga yang kita lihat dalam masyarakat.”
Dewasa ini, lanjut majalah tersebut, kata sapaan yang banyak dipakai oleh keluarga ialah mama dan papa, apalagi di kota-kota besar. “Panggilan papa dan mama seolah-olah juga menunjukkan status bahwa keluarga itu keluarga modern. Orang tua ibu dan bapak dipanggil opa dan oma, bukan kakek dan nenek, kata baku bahasa Indonesia ragam resmi.”
Di Jawa Barat panggilan mami/papi dan mama/papa menjadi mamih/papih dan mamah/papah. Ini terjadi karena pengaruh bahasa Sunda, yang kerap memberikan imbuhan huruf “h”, baik pada awal, tengah, maupun akhir kata. Seperti ayam menjadi hayam (h, di awal), buaya menjadi buhaya (h, di tengah), dan rapi jadi rapih (h, di akhir). Tentu saja, sapi tetap sapi, kalau sapih, artinya “menyarak atau menghentikan anak menyusu.”
Panggilan papa/mama atau papah/mamah tidak lagi eksklusif bagi keluarga modern. Keluarga-keluarga di desa pun tak sungkan menggunakannya. Belakangan muncul sapaan baru, biasanya dipakai di lingkungan “Islami”, yang diambil dari bahasa Arab: abi (ayah/bapak) dan umi (ibu). Menariknya, Luthfi, yang berasal dari lingkungan tersebut, lebih memilih panggilan papah/mamah, ketimbang abi/umi

Sumber: Historia.co.id 

No comments:

Post a Comment